Oleh : M.H Rangkuti
Tak semudah membalikkan telapak tangan untuk menerima semua ini. Biarpun dalam kenyataan sekalipun. Beban hidup yang kubawa begitu berat, meratapi nasib yang membuatku hingga terluka. Alur cerita dalam episode itu tertayang kembali dalam memori ingatanku. Cerita itu tayang dengan baik persis seperti alur cerita dalam film tapi sayang, break lebih menguasai monitor.
Tiba – tiba saja Udin datang membuyarkan lamunanku.” Eh Re, coba deh kamu liatin nih! kesempatan emas buat kamu…..” Dengan antusianya, Udin ngulurin selebaran kertas dan menyodorkannya ke tangan Reza. Dengan ekor matanya yang jinak, Reza mulai membacanya dengan perlahan – lahan.
Tapi dia sama sekali tidak mengerti akan maksud pembicaraan.” Kok nyuruh aku baca kertas ini? Emang gak liat apa? Kalau aku lagi konsen belajar?”Tanya Reza dengan sejuta kebingungan.” Oh my God……. pusing…… pusing dah dibilangin tapi gak ngerti juga. Emang bloon. Gimana jadinya masa depan negri ini kalau rakyatnya masih ada yang bodoh kayak gini. Kapan majunya? Nih liatin buka mata kamu dengan lebar. Ini ada lomba cerpen.” Liana menuturkan seperti seorang pemain film di TV.
“ Uda deh, jangan berantem gitu kayak gak punya kerjaan lain aja. Kalian tau kan, selain kalian berdua gada lagi yang bisa membuat hidupku lebih berarti. Jadi kalau kalian terus – terusan ribut, berarti kalian menambah penderitaanku. Kehidupan yang kumiliki dan juga semua romantika hidup yang pernah kuraih kutumpahkan lewat cerpen. Itupun hanya kuperuntukkan untuk diriku sendiri dan bukan untuk dipublikasikan ke orang lain.” Jawab Reza dengan sedih.
“ Re ini bukan zaman batu lagi. Lagian sih kita harus giat dan lincah berfikir. Sebagai seorang teman, gak salah kan kami membantumu untuk meringankan beban penderitaan kehidupanmu. Pokoknya kamu harus ikut dan gak boleh melewatkannya.” Buka mata, buka hati. Tambah Udin.”
Ya Re, kali – kali aja bisa menang dan hadiahnya oke juga lo buat nambah saldo tabungan kamu. Setidaknya kita bisa party dan makan yang enak – enak gitu deh.” Ya Re, apa yang dibilangin Liana itu semuanya benar kok. Siapa tahu hadiahnya bisa digunain buat biaya kuliahmu nantinya. Lagian semua ini kami lakuin untuk membantu dan yang terbaik bagimu. Sambung Udin membujuk.” Ya deh terserah kalian aja. Gimana baiknya menurut kalian.”
Waktu terus berjalan tiada hentinya. Dua bulan telah berlalu begitu saja. Waktu yang cukup singkat bukan? Ditengah – tengah heningnya suasana Upacara Bendera, tiba – tiba saja Pembina Upacara menyebut dan memanggil Reza. Secara otomatis semua mata tertuju padanya dan hampir semua mulut yang bergetar menyebut namanya.
“ Selamat ya Re. Nggak nyangka deh kalau perjuangan kita dapat sambutan hangat seperti ini. Lama juga Reza diam dalam kebekuan hatinya. Dengan sejuta keraguan dan tidak yakin kalau yang dipanggil itu memang benar namanya. Dengan langkah malu – malu, reza pun ahirnya tampil kedepan. Kepala sekolahpun memberikan penghargaan atas prestasi yang diraih Reza dan dia dibebaskan dari iuran sekolah. Sejuta sanjung dan pujian menggema. Itupun untuk Reza.
Matahari mulai bangkit perlahan dari peraduannya. Kehangatan mulai terpancar dan memberikan harapan yang pasti.” Eh ngapain si Reza. Cengeng banget, pake acara nangis segala.” Ejek temannya agak sirik. Semua mata beralih pandangan, kata kata hotpun bermunculan disetiap sudut ruangan. Udin yang baru masuk ruangan berusaha mendekatinya dan mencari sebab musabab persoalan. Tapi sayang, gak berhasil.
Tiba – tiba saja seorang bidadari genit datang mendekat.” Ya amplop Re……., pantesin aja kamu gak ngasih tahu sebelum eke datang. Eke kan orang penting. Gak sip deh kalau Liana belum hadir sebagai saksi hidup untuk menyaksikan momen penting yang bersejarah ini. Sekali lagi selamat ya Re. nggak nyangka deh kalau perjuangan Kartini itu banyak mengandung makna. Liana mengulurkan tangannya sembari ngasih dukungan pada yang lain agar sama – sama memberikan semangat.
“ Eh Liana apa – apaan sih kamu?” Saya? Tanya Liana lagi dengan sejuta gaya.” Oh Udin sayang……. Kamu tuh keterlambatan pesawat. Liat nih!” Liana mengeluarkan secarik kertas dengan bangga sembari menunjukkan ke semua orang. Udinpun terbelalak seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Secara spontan untuk yang kedua kalinya nama reza terangkat dan nama baik Reza kembali bergema di sekolah bahkan disalah satu media.
Sosok seorang Rezapun dengan aromanya mulai tercium diseluruh kalangan siswa terutama di kelas III IPA 3. Ekonomi keluarganyapun secara perlahan terangkat dan apa yang dicita – citakan akhirnya terwujud.” Makasih ya sobat, kalau tidak ada kalian mungkin aku tidak akan bisa seperti ini. Aku tidak bisa balas jasa kalian hanya tuhanlah yang dapat membalas jasa baik kalian.” Ami………………………………….n secara serempak mengakhiri kalimatnya.
SELESAI
Tiba – tiba saja Udin datang membuyarkan lamunanku.” Eh Re, coba deh kamu liatin nih! kesempatan emas buat kamu…..” Dengan antusianya, Udin ngulurin selebaran kertas dan menyodorkannya ke tangan Reza. Dengan ekor matanya yang jinak, Reza mulai membacanya dengan perlahan – lahan.
Tapi dia sama sekali tidak mengerti akan maksud pembicaraan.” Kok nyuruh aku baca kertas ini? Emang gak liat apa? Kalau aku lagi konsen belajar?”Tanya Reza dengan sejuta kebingungan.” Oh my God……. pusing…… pusing dah dibilangin tapi gak ngerti juga. Emang bloon. Gimana jadinya masa depan negri ini kalau rakyatnya masih ada yang bodoh kayak gini. Kapan majunya? Nih liatin buka mata kamu dengan lebar. Ini ada lomba cerpen.” Liana menuturkan seperti seorang pemain film di TV.
“ Yah, emang kalau ada lomba cerpen ginian, apa hubungannya dengan aku?” ini kesempatan emas buat kamu tuk berkiprah di kancah politik. Kamu kan jago mengarang. Menurut kita – kita hasil buah tangan kamu oke juga lo nggak kalah menarik dengan apa yang ada di majallah atau surat kabar. Jawab liana menguasai pembicaraan.
“ Kok pake bahasa politik segala sih, apa hubungannya? Nggak nyambung deh.” Ye, ini kan lagi maraknya kampanye. Demam politik gitu deh, gak salah kan kalau kita ikut ambil bagian tuk sekedar belajar politik. Lagian bete. Diumbari janji terus tapi kenyataannya setelah duduk di kursi yang empuk itu, janji ama rakyat dilupain gitu aja. Kan gak adil, munafik tuh namanya. Siapa tau aja kelak Cerpennya Reza bisa terpilih dan dengan begitu, bisa jadi orang terkenal dan mengantarkan dia tuk dipilih serta dicalonkan jadi salah satu kandidat untuk wakil kita.”“ Uda deh, jangan berantem gitu kayak gak punya kerjaan lain aja. Kalian tau kan, selain kalian berdua gada lagi yang bisa membuat hidupku lebih berarti. Jadi kalau kalian terus – terusan ribut, berarti kalian menambah penderitaanku. Kehidupan yang kumiliki dan juga semua romantika hidup yang pernah kuraih kutumpahkan lewat cerpen. Itupun hanya kuperuntukkan untuk diriku sendiri dan bukan untuk dipublikasikan ke orang lain.” Jawab Reza dengan sedih.
“ Re ini bukan zaman batu lagi. Lagian sih kita harus giat dan lincah berfikir. Sebagai seorang teman, gak salah kan kami membantumu untuk meringankan beban penderitaan kehidupanmu. Pokoknya kamu harus ikut dan gak boleh melewatkannya.” Buka mata, buka hati. Tambah Udin.”
Ya Re, kali – kali aja bisa menang dan hadiahnya oke juga lo buat nambah saldo tabungan kamu. Setidaknya kita bisa party dan makan yang enak – enak gitu deh.” Ya Re, apa yang dibilangin Liana itu semuanya benar kok. Siapa tahu hadiahnya bisa digunain buat biaya kuliahmu nantinya. Lagian semua ini kami lakuin untuk membantu dan yang terbaik bagimu. Sambung Udin membujuk.” Ya deh terserah kalian aja. Gimana baiknya menurut kalian.”
Waktu terus berjalan tiada hentinya. Dua bulan telah berlalu begitu saja. Waktu yang cukup singkat bukan? Ditengah – tengah heningnya suasana Upacara Bendera, tiba – tiba saja Pembina Upacara menyebut dan memanggil Reza. Secara otomatis semua mata tertuju padanya dan hampir semua mulut yang bergetar menyebut namanya.
“ Selamat ya Re. Nggak nyangka deh kalau perjuangan kita dapat sambutan hangat seperti ini. Lama juga Reza diam dalam kebekuan hatinya. Dengan sejuta keraguan dan tidak yakin kalau yang dipanggil itu memang benar namanya. Dengan langkah malu – malu, reza pun ahirnya tampil kedepan. Kepala sekolahpun memberikan penghargaan atas prestasi yang diraih Reza dan dia dibebaskan dari iuran sekolah. Sejuta sanjung dan pujian menggema. Itupun untuk Reza.
Matahari mulai bangkit perlahan dari peraduannya. Kehangatan mulai terpancar dan memberikan harapan yang pasti.” Eh ngapain si Reza. Cengeng banget, pake acara nangis segala.” Ejek temannya agak sirik. Semua mata beralih pandangan, kata kata hotpun bermunculan disetiap sudut ruangan. Udin yang baru masuk ruangan berusaha mendekatinya dan mencari sebab musabab persoalan. Tapi sayang, gak berhasil.
Tiba – tiba saja seorang bidadari genit datang mendekat.” Ya amplop Re……., pantesin aja kamu gak ngasih tahu sebelum eke datang. Eke kan orang penting. Gak sip deh kalau Liana belum hadir sebagai saksi hidup untuk menyaksikan momen penting yang bersejarah ini. Sekali lagi selamat ya Re. nggak nyangka deh kalau perjuangan Kartini itu banyak mengandung makna. Liana mengulurkan tangannya sembari ngasih dukungan pada yang lain agar sama – sama memberikan semangat.
“ Eh Liana apa – apaan sih kamu?” Saya? Tanya Liana lagi dengan sejuta gaya.” Oh Udin sayang……. Kamu tuh keterlambatan pesawat. Liat nih!” Liana mengeluarkan secarik kertas dengan bangga sembari menunjukkan ke semua orang. Udinpun terbelalak seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Secara spontan untuk yang kedua kalinya nama reza terangkat dan nama baik Reza kembali bergema di sekolah bahkan disalah satu media.
Sosok seorang Rezapun dengan aromanya mulai tercium diseluruh kalangan siswa terutama di kelas III IPA 3. Ekonomi keluarganyapun secara perlahan terangkat dan apa yang dicita – citakan akhirnya terwujud.” Makasih ya sobat, kalau tidak ada kalian mungkin aku tidak akan bisa seperti ini. Aku tidak bisa balas jasa kalian hanya tuhanlah yang dapat membalas jasa baik kalian.” Ami………………………………….n secara serempak mengakhiri kalimatnya.
SELESAI